ALDO SIANTURI

ENTERTAINMENT | BRAND | MARKET INSIGHTS

Menu
  • Home
  • ABOUT
Menu

PASAR MUSIK INDIA MENCOBA BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Posted on 18 August, 2020 by Aldo Sianturi

Memahami pergerakan bisnis pasar musik Asia Pacific dan Global membuat muatan konsultasi saya terhadap klien bisnis musik (B2B) di pasar Indonesia selalu kredibel. Setelah semua data dianalisa tuntas, saya selalu bermurah hati untuk membagikan sebagian informasi yang dimiliki kepada khalayak luas. Atas beragam portfolio dan ekpertis yang saya jalani selama puluhan tahun, terus terang saya ingin sekali melihat gelombang minat “Generasi Muda” akan bisnis musik meningkat tahun per tahun.

Kali ini saya membagikan dinamika yang memiliki relevansi dari pasar musik India yang tidak kalah menarik dengan beberapa pasar musik yang telah dibagikan dari Filipina, Hong Kong, Australia/New Zealand, Singapore. Pembicaraan saya dengan beberapa praktisi bisnis musik di India kali ini cukup panjang mengingat mereka adalah negara besar di Dunia. India adalah negara dengan jumlah populasi yang diperkirakan sekitar 1.380.004.385 orang pada pertengahan tahun menurut data PBB (2020). Penduduk India setara dengan 17,7% dari total penduduk dunia.

India membuat banyak kemajuan signifikan di wilayah sains dan teknologi. Seiring digitalisasi yang terus tumbuh dari hulu ke hilir, inovasi besar dalam blok chain, 3D painting, machine learning dan robotika adalah konten prioritas yang didukung penuh oleh Pemerintah India. Sebanyak USD 150 juta telah diinvestasikan untuk pengembangan Artificial Intelligence (AI), India menargetkan untuk menjadi raksasa AI di masa depan. CEO Google Sundar Pichai dan CEO Microsoft Satya Nadella tentunya menjadi simbol yang mengharumkan nama India di ranah teknologi perusahaan kelas dunia.

India secara tradisional adalah pasar soundtrack yang paling besar di dunia. Secara umum di masa pandemic covid-19, bisnis musik India sedang merosot yang disebabkan oleh hilangnya soundtrack film baru yang dirilis di dua kwartal terakhir. Produksi film masih berhenti total sampai hari ini, sehingga tidak ada perilisan soundtrack utama. Tetapi di sisi lain, situasi ini menyebabkan banyak artis menjadi mandiri dan sangat aktif merilis musik yang sebenarnya bukan soundtrack. Untuk diketahui, Mumbai adalah pusat bisnis musik di India atas keberadaan Bollywood yang merupakan pasar soundtrack Hindi dan pusat yang melayani gelombang penonton film India dalam jumlah besar, kemudian diikuti oleh Punjabi sebagai pasar artis Independen yang sangat tinggi dan sangat bersemangat.

Analis perdagangan dan perfilman Komal Nahta telah memprediksi Covid-19 menyebabkan kerugian industri film Bollywood lebih dari US$330 juta setara IDR 4,9 Triliun. Efek domino atas disrupsi ini sangat dirasakan oleh pasar musik dan membuat pelakunya menjerit terdampak resesi ekonomi. Bisnis musik di kuartal 4 ini tidak akan pernah sama dengan tahun sebelumnya tetapi gelombang baru dengan soundtrack yang jumlahnya lebih sedikit dan pertumbuhan musik yang lebih independen menciptakan geliat baru.

Pasar musik India sangat mengeluhkan angka pendapatan yang begitu kecil untuk musisi manapun dari beberapa konser online/digital yang diadakan baik dalam skala kecil dan besar. Besaran tersebut memengaruhi semua musisi dan terutama bagi mereka yang 100% bergantung kepada pemasukan aktif dari ‘live music’. India juga menghadapi masalah pelik seputar produksi video, konten yang diupload sangat berantakan dan tidak berkualitas, sehingga meskipun volume produksi besar tapi dianggap tidak layak dikonsumsi.

Para seniman musik di India juga merasa sulit untuk merilis konten secara konsisten meskipun mutu jaringan internet cukup baik diakses di sebagian kota besar. Mereka mengeluhkan besaran yang diterima dari produksi yang dihabiskan untuk produksi konten. Akumulasi pendapatan yang tidak seimbang adalah keluhan absolut para pebisnis musik yang memahami betul kebutuhan prioritas para musisinya. Dengan jumlah populasi yang sangat besar, mereka bahkan tidak mampu memberikan bantuan sosial yang merata kepada para praktisi musiknya.

Sebelumnya India merupakan pasar iklan musik digital yang besar dan terjadi penurunan besar-besaran pada layanan seperti YouTube. Meskipun tampaknya akan kembali normal namun masih belum pada level yang seharusnya seperti titik sebelumnya. Banyak platform digital baru bermunculan dan mencoba menciptakan solusi inovatif tetapi semuanya masih terlalu dini untuk memberikan dampak yang besar. Penghasilan musik digital di India telah tumbuh cukup baik selama beberapa tahun terakhir, terutama konsumsi streaming pada tingkatan gratis, meski indeks langganan masih di bawah 1%.

Saat ini semua layanan berfokus untuk menjaring pengguna ke layanan mereka dengan harapan dapat mengubahnya menjadi pelanggan. Kecuali YouTube yang telah mampu menghasilkan basis pelanggan yang baik, sisanya tumbuh sangat lambat. India memiliki sederet artis yang telah menghasilkan banyak penggemar melalui kanal video diantaranya adalah Badshah, Hardy Sandhu, Arijit Singh, semua memiliki gaya konten yang saling berbeda dan daftar wajah baru terus bertambah setiap bulannya. Perlu dicatat, India juga memiliki sensasi YouTuber baru yang datang setelah sekian lama “CarryMinati” – https://www.youtube.com/c/AddictedA1/featured.

Demam ‘cover version’ juga berlangsung sama di pasar musi India. Aktivitas ini dipandang tidak memiliki proses perizinan penggunaan karya cipta yang jelas oleh pengguna umum. Mereka masih saja mengunggah cover di YouTube dan menghasilkan banyak pengikut untuk menjadi terkenal secara instan dan menciptakan reputasi untuk menggiring orang untuk mengkonsumsi konser personal di dunia maya. Di India kegiatan cover version hanya terjadi di platform YouTube, tidak ada orang yang mencari sampul di India karena proses perizinan yang tidak jelas.

Ketidakpastian dalam berbagai hal adalah titik terendah yang harus diselamatkan dari pasar musik India. Semoga dengan persatuan pemikiran yang optimal maka India dapat bangkit kembali.

@2020/AldoSianturi/Photo: Copycats

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Articles

  • MERDI SIHOMBING “KEPALA LOKOMOTIF PRODUK BUDAYA FASHION INDONESIA” 19 November, 2020
  • DINO HAMID & DEWI GONTHA “MEMAJUKAN EKOSISTEM PERTUNJUKAN MUSIK MELALUI ASOSIASI PROMOTOR MUSIK (APMI)” 2 November, 2020
  • AB SADEWA “CORONG KOMUNIKASI PANORAMA GROUP” 23 October, 2020
  • FIDI SJAMSOEDIN “ARSITEKTUR INOVASI SABABAY” 21 September, 2020
  • 30 DEEP QUESTIONS WITH OPPIE ANDARESTA 3 September, 2020

Recent Comments

  • Aldo Sianturi on PASAR MUSIK HONG KONG TERBATAS NAMUN DINAMIS
  • Dani on PASAR MUSIK HONG KONG TERBATAS NAMUN DINAMIS
  • Ninda on 30 DEEP QUESTIONS WITH SYAHARANI
  • Joko.O on SEJUMPUT HARAPAN MUSISI UNTUK TVRI
  • Bowie Djati on MUSISI HARUS MENGELOLA KEUANGAN AGAR TIDAK MELARAT
© 2021 ALDO SIANTURI | Powered by Minimalist Blog WordPress Theme