Oppie Andaresta nggak kemana-mana. Oppie selalu ada dengan musiknya, warnanya dan karakternya. Solois perempuan yang dulu sempat berandai-andai untuk jadi terkenal, kini tetap berani bersinggungan dengan masa depan yang nggak pernah diambil pusing. Oppie yang sekarang bahkan lebih lihai menciptakan peluang dalam berkesenian. Coba tengok jawaban-jawaban Oppie yang sederhana, lugas dan matang seiring perjalanannya.
1. Perjalanan musik Oppie Andaresta cukup panjang dan telah dijalani sejak kecil. Apakah di setiap tahun anda punya waktu untuk sejenak kembali mengingat satu demi satu perjalanan yang pernah dilewati? Bagian manakah yang paling menginspirasi semangat berkesenian anda?
O: Ya. Saat-saat sulit. Tidur di studio untuk irit ongkos. Pulang ke rumah di Depok bawa 2 piala menjuarai perlombaan bernyanyi dari Blok M naik metro mini.
2. Di tengah keseriusan anda bermusik saat kecil dulu, apakah saat itu anda punya banyak waktu bermain bersama teman-teman sebaya? Ya contohnya seperti bermain galasin, boneka, sepeda mini atau permainan tradisional lainnya? Bila kembali ke masa kecil dulu, pembekalan seperti apa yang Oppie terima langsung dari kedua orangtua? Bagaimana anda bisa menampung dan mengolah semua masukan dari mereka sehingga menjadi output yang spektakuler? O: Ya, setiap hari. Main petak umpet, galasin, nenek gerondong, ular naga, takadal, congklak dan gundu.
3. Seperti apakah tipe orangtua anda dalam mendidik Oppie dan kakak beradik? Apakah mereka tidak complain dengan nama panggung anda yang bukan nama asli pemberian mereka?
O: Kalau mau sesuatu harus berusaha. Pembekalan dari orangtua sangat membutukan proses panjang dan berliku. Setelah dewasa baru menyadari masukan dari mereka sebagai pegangan hidup. Orangtua saya cukup kaku, galak dan pelit. Oppie Andaresta adalah nama lahir saya dan nama panjang saya Oppy Andaresta Zed.
4. Apakah sejak kecil anda seorang yang sangat ambisius? Ya Dalam artian, bila menggeluti sesuatu hal,maka anda akan selalu berusaha keras untuk menguasainya dengan mencari akar permasalahan terlebih dahulu baru kemudian mendemonstrasikan di luar ekspektasi orang lain?
O: Ya. Dulu sering berusaha membuktikan sesuatu, lama-lama capek.
5. Di umur berapa untuk pertama kalinya anda diekspos oleh media nasional? Bagaimana Oppie mempersiapkan jawaban demi jawaban dari setiap media yang kerap menggali cerita anda dalam urusan musik?
O: Pertama kali diekspos media pada usia 21 tahun dan selalu menjawab dengan apa adanya.
6. Sebelum dikenal oleh khalayak luas melalui debut album pertamanya, aktivitas berkesenian apa yang rutin anda lakukan sebelumnya dan apakah seniman adalah garis keturunan anda?
O: Saya hanya senang menyanyi dan tidak ada keturunan.
7. Manajemen waktu selalu menjadi tantangan setiap pribadi agar bisa tuntas menyelesaikan pendidikan sekolah menengah dan tinggi. Bagaimana anda mengatur keseimbangan tersebut?
Apakah anda menyelesaikan pendidikan tinggi anda? Apakah anda juga menonjol prestasi akademiknya?
O: Hal tersebut tidak selesai dan berantakan namun saya selalu menjadi juara kelas.
8. Apa yang anda dapatkan dari investasi pendidikan jangka panjang sebenarnya? Apakah semua disiplin ilmu tersebut membantu anda mengurai berbagai problem yang ditemui di dalam kehidupan sehari-hari?
O: Belajar hidup terus menerus, tidak pernah putus dan semuanya membantu kehidupan.
9. Ketika melihat kembali diri anda sewaktu masih remaja, apakah potensi paling kuat yang membuat Oppie sangat percaya diri untuk memiliki diferensiasi masuk ke dunia hiburan Indonesia? Target besar apa yang saat itu anda miliki dan ingin diwujudkan di Indonesia?
O: Vokal yang bagus dan menjadi penyanyi terkenal
10. Bagaimana kisah aslinya sehingga Oppie berada dan berkomunitas dengan beragam musisi di Potlot? Bagaimana anda membawa diri anda saat itu agar tetap fokus kepada tujuan berkesenian anda? Suasana apa yang membuat anda sebenarnya nyaman berada di sana dalam waktu lama?
O: Sewaktu masih SMA, saya jadi Ketua Kesenian. Adik kelas saya Massto yang juga adik Bim2 Slank dan saya membentuk band untuk acara malam kesenian. Lalu kami berlatih musik di Potlot. Saat saya bernyanyi, Bim2 mendengar suara saya dan bilang pada Massto kalau suara saya bisa jadi duit. Tak lama setelah itu, saya membentuk band kafe dengan Bim2, Pay bernama Lemon Ice. Saya menjalani saja semuanya karena musik yang menuntun. Suasana di Potlot sangat musikal, bebas, kekeluargaan, dan nongkrong santai tapi berisi.
11. Berapa lama anda berkomunitas sehingga sampai memiliki album pertama? Perasaan tidak enak seperti apa yang anda harus simpan sekian lama agar tidak mempengaruhi mood dan sikap professional anda menuju sebuah perubahan besar?
O: Saya rutin berada di sana sekitar 2,5 tahun dan semua perasan tidak enak tidak pernah saya pikirkan.
12. Apakah saat itu anda telah memiliki uang untuk melakukan self-producing? Apakah ada sumber uang lain yang saat itu anda miliki dari berbagai usaha lain? Apakah ada orang lain yang meminjamkan modal kerja kepada anda dan bagaimana proses pengembaliannya?
O: Saya tidak punya uang dan tidak ada sumber pemasukan yang lain. Saya hanya berpegang kepada kontrak dengan label.
13. Oppie yang saya kenal punya pergaulan yang cukup luas saat itu, bagaimana anda menyikapi Sebagian orang yang ingin membantu karier anda yang pada akhirnya ternyata hanya omongan belaka saja? Apakah kepekaan anda sangat terlatih untuk menyaring karakter orang yang tidak serius?
O: Dulu hal-hal seperti ini tidak saya lihat sebagai ganjalan. Ternyata alam yang menyaring, seleksi alam.
14. Dapatkah diceritakan seluk beluk hubungan kerjasama anda dengan partner label atau distributor rekaman? Apakah anda puas bekerjasama dengan mereka? Apakah bentuk ketidakpuasan anda terhadap kinerja promosi dan distribusi mereka? Apakah saat itu pasrah saja menerima hasil akhir atau anda juga cukup kritis memberikan koreksi yang berdasar?
O: Sistem kontrak saya dengan label adalah flat-pay dan saya menerima saja segala bentuk kerjasama yang berjalan.
15. Apakah di setiap negosiasi rekaman atau distribusi album anda dengan perusahaan rekaman dulu selalu diwakilkan oleh Business Manager? Atau apakah anda juga turun langsung menetapkan skema kerjasama yang win-win solution? Apakah semua kerjasama anda dengan label berjalan baik?
O: Saya tidak pernah diwakilkan dan saya turun langsung dalam kerjasama dan semuanya berjalan ‘lumayan’ saja.
16. Sebagai pemilik album yang punya banyak hits yang meledak di Indonesia, tentunya memiliki dampak ekonomi yang baik. Apakah anda lantas semena-mena mematok harga panggung saat itu atau ukuran apa yang anda pergunakan dalam memberikan harga kepada pihak event organizer?
O: Tidak, saya tidak semena-mena dan saya punya manager yang mengurus hal tersebut.
17. Media turut membentuk opini luas kalau Oppie Andaresta adalah musisi yang dipengaruhi referensi musik Lisa Loeb, Sheryl Crow, Janis Joplin. Apakah anda membenarkan pemetaan tersebut atau sebenarnya anda sama sekali bertolak belakang dengan personafikasi mereka?
O: Ya hal tersebut benar adanya.
18. Sebenarnya apa aliran musik yang Oppie kontribusikan kepada perjalanan anda? Sebebas apa sebenarnya seorang Oppie dalam memformulasikan arsitektur musikalnya?
O: Sangat bebas. Apa saja. Blues, balada, pop, rock, reggae, dangdut, world music.
19. Saya sempat berpandangan kalau ekspertis Oppie diaktivasi sepanjang jaman sebagai Produser Musik untuk vokalis muda? Kita sama-sama tau produser musik selalu didominasi oleh kaum pria. Bolehkah saya tau alasannya untuk tidak melakukan kegiatan tersebut? Apakah anda merasa tidak mampu menjadi Produser Musik untuk orang lain?
O: Saya pernah memproduseri album saya yang berjudul “Tentang Perempuan”. Kemudian juga memproduseri Shania, Yacko dan KD.
20. Apakah Oppie seseorang yang memiliki ketakutan kalau albumnya atau hasil karya ciptanya tidak direspon oleh pasar, mengingat sebelumnya pernah punya sejarah dalam statistik angka penjualan album?
O: Dulu iya namun sekarang saya hanya berpikir untuk berkarya saja.
21. Sebagai musisi senior tentunya anda memiliki kepekaan terhadap presentasi musik dari generasi baru di setiap jamannya. Eksplorasi musik para musisi muda selalu kekal akan perubahan yang bertolak belakang dengan musik-musik yang anda tekuni dan perjuangkan di masa muda. Bagaimana Oppie menyikapi situasi tersebut?
O: Tidak ada yang salah dalam bermusik atau berkarya. Beda jaman, beda acara. Bahwa proses yang panjang tentu mempengaruhi kematangan sebuah karya. Di dalamnya kita bisa merasakan rohnya, kesakralan bahkan hitam birunya. Dulu berkarya harus diawali dengan gelisah dan mengandalkan mood. Sekarang kegelisahan harus dipelihara, mood harus dipanggil.
Kemudahan dalam mengeksplorasi musik jaman sekarang menjadi sebuah keuntungan. Pun buat saya, sampai sekarang tiap hari saya mendengarkan radio atau Spotify atau musik yang didengarkan oleh putra saya yang berusia 13 tahun. Dengan hanya mendengarkan musik saja buat saya adalah belajar, mengasah kepekaan nada. Masuk menyelami karya-karya muda yang dinamis.
22. Oppie juga punya interest tinggi atas dunia sistem suara dan selalu berusaha keep-up dengan seluk beluk perubahan yang terjadi di area tersebut. Bagaimana anda mengatur fokus kerja dan fokus belajar sampai hari ini? Rasanya 24 jam selalu kurang untuk orang-orang yang selalu bekerja keras seperti ini.
O: Karena sudah di dunia musik sekitar 30 tahun, nyaris tidak ada kesulitan berkarya, seperti sudah menjadi sebuah mekanisme. Tapi memang saat memutuskan bikin lagu atau masuk studio saya betul-betul intens, trance, seperti masuk dalam ruang khusus yang cuma saya sendiri berada di dalamnya. Kan tidak tiap hari bikin lagu. Mendengarkan musik saat menyetir mobil, jogging, atau masak pun saya anggap belajar.
23. Jauh sebelum pandemi covid-19, tentunya Oppie punya hubungan internasional yang sangat baik dengan musisi dunia dan apakah pernah terbersit untuk melakukan proyek musik lintas benua?
Di album ke 4 “Hitam Ke Putih (2001), saya sudah bekerjasama dengan musisi dunia. Kim Sanders dari Australia memainkan Ney (suling Bulgaria), Almarhum Pavan Kumar (India) memainkan Tabla. Saat itu sedang menggilai eksplorasi world music. Saya selalu senang berkolaborasi. Sampai hari ini saya berkolaborasi dengan musisi2 lain, jebolan ISI Jogja, musisi Padang, Aceh. Pada dasarnya saya memang senang belajar hahaaa..
24. Sebagai musisi, tentunya Oppie punya wisdom atas akumulasi perjalanan menjalani karier, bisnis, keluarga dan komunitas. Dapatkah disampaikan, kira-kira seperti apakah masa depan permusikan di Indonesia yang berpihak kepada keberlangsungan hidup setiap generasi?
O: Musik Indonesia tak hanya music Pop (baca mainstream). Saya justru sangat concern dengan music tradisi. Kebanyakan musisi tradisi adalah sarjana S1, S2. Etnomusikolog atau karawitan. Kalaupun tidak, mereka belajar musik semenjak lahir karena dari keluarga pemusik.
Saya selalu salut dengan musisi tradisi. Kebanyakan hidupnya dari pentas di kawinan atau panggung2 kecil (baca honor). Bila musisi tradisi tidak sejahtera hidupnya maka musik tradisi terancam kelanjutannya. Padahal musik Indonesia yang menebalkan identitas bangsa itu ya musik tradisi. Saya rasa musik indonesi (baca musisi tradisi) harus berdiri di 2 kolam, idealis dan realistis. Beberapa musisi tradisi milenial juga telah mulai membuat jurus-jurus jitu untuk bertahan dengan digitalisasi dan lain lainnya (realistis). Tapi juga idealisme tetap harus dirawat agar pakem-pakem dan akar-akar musik tradisi tidak hilang.
25. Apa saja kegelisahan-kegelisahan Oppie Andaresta sebagai musisi akan dunia musik Indonesia? Bagaimana anda mendefinisikan industri musik Indonesia? Apakah layak disebut sebagai industri musik atau tidak? Apakah anda punya pemahaman sendiri tentang industri musik yang ideal?
O: Saya tidak terlalu ribut untuk hal2 seperti ini dan saya tak terlalu ambil pusing. Buat saya berkarya dan jadi kreatif seperti kebutuhan. Kebutuhan berekpresi dan mencari uang. Beberapa tahun terakhir saya mulai menjadi kreator/produser acara2 live (offline). Mulai dari ide dasar, bikin konser, bikin proposal sampai cari sponsor dan kadang membawakan acara saya jalani.
Kebanyakan acara2 “nyeni” seperti keroncong minggu terang di kawasan hutan pinus. A tribute to Jokpin (musikalisasi puisi) dengan teman2 jebolan ISI Jogja, musikasik di pinggir sungai dan 5 bulan terakhir di masa pandemic, saya membuat lebih dari 20 acara daring. Yang sedang saya jalankan sekarang memproduksi program TV untuk anak, belajar lewat cara yang menyenangkan yaitu lagu.
Oh iya, saya juga tercatat pernah membuat 3 album lagu anak (ada di Spotify). Buat saya rejeki bukan cuma materi namun ilmu, silaturahmi, pertemanan, pengalaman juga adalah rejeki.
26. Indonesia memiliki begitu banyak stasiun televisi, apakah media tersebut telah benar-benar memberikan dukungan penuh terhadap ekosistem musik di Indonesia? Apakah saran anda untuk para Program Director di TV?
O: TV belum memberikan dukungan penuh. TV harus memberikan ruang buat musik Indonesia (mainstream dan tradisi). TV terlalu takut untuk keluar dari kotak nyaman, takut terancam rating dan ide-idenya standard.
27. Anda telah berkeluarga dan hidup tentram bersama anak dan suami yang baik dan produktif. Bagaimana perubahan dan adaptasi anda setelah melawati fase berkeluarga. Berapa persen musik tetap hadir sebagai menu pekerjaan dari seorang Oppie? Bagaimana anda mempresentasikan target-target anda kepada pasangan hidupnya?
O: Kadang saya bingung menjawab saat ditanya, Oppie kemana aja, kok gak pernah kelihatan, masih main musik kah? Padahal apapun yang saya kerjakan (untuk menghasilkan uang juga) semua bersinggungan dengan musik dan seni (saya juga baru menyadari). Malah ruang saya lebih luas, sebagai kreator, promotor, producer, tapi saya tetap ada di ranah musik.
Gak ada target, hanya menjalankan dengan niat dan kegigihan. Beberapa proyek baru terwujud setelah 8 tahun. Tak saya padamkan, karena dibawah sadar saya tahu nanti akan datang waktunya dan cara yang indah. Ada 1 lagu berjudul orangutan (lagu anak), begitu lagu selesai saya buat, saya perdengarkan ke anak saya (waktu itu 6 tahun), dia langsung menangis karena tersentuh dengan nasib orangutan. Saya pikir, lewat lagu saya berhasil membuat anak-anak punya rasa empati.
Sekarang anak saya ABG mulai bikin musik. Pakai gitar, piano, garage band. Kadang kami bikin lagu berdua. Bakatnya sudah terlihat. Masa kecil saya hidup susah, gak punya tape player atau instrumen musik, jadi rasanya tak ingin mengulangnya. Maka saya fasilitasi anak saya dengan fasilitas yang cukup. Dengan suami juga selalu mendukung. Bahkan dia yang kerap “nyolek” saya kalau kelamaan tidak berkarya.. hahaaa
28. Memiliki nama besar yang kredibel dan bersih, apakah selalu mempengaruhi negosiasi anda kepada siapapun tanpa proses panjang? Kemana sekarang anda mengorbit untuk mengaplikasikan enerji besar yang anda miliki?
O: Tidak juga tetapi integritas memang sangat berpengaruh pada kepercayaan orang terhadap saya. Saya tetap berusaha kreatif, meluas, melebar, membesar.
29. Dapatkah Oppie ceritakan tentang kerjasama anda dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia? Apakah untuk pekerjaan ini anda mempersiapkan tim kerja? Apa obyektif dari kerja keras anda untuk Indonesia?
O: Beberapa program bekerjasama dengan beberapa kementerian, salah satunya juga Kemenparekraf. Biasanya saya maju sendiri. Lucunya para pejabat kementerian kalau sudah ngobrol ide kreatif dengan saya bisa sanpai 50 menit. Dari yang bahasa kaku sampai bisa ber – loe – gue.. hahaa. Mungkin ini juga keuntungan saya sebagai orang yang sederhana, gak punya intrik2 yaaa.. Tapi seiring perkembangan saya bikin tim kerja. Setiap melakukan kerja kreatif, saya selalu serius, syukur-syukur bisa membuat perubahan baik buat negara saya.
30. Indonesia sangat luas dan memiliki populasi yang sangat besar, namun kita sama-sama melihat begitu banyak hal-hal yang tidak produktif meruang melalui media online dan media sosial, apalagi jika bersinggungan dengan konteks politik. Bagaimana Oppie sendiri menyikapi keadaan tersebut dan selalu tetap produktif menghasilkan karya-karya terbaru?
O: Saya selalu melihat sesuatu dari sisi positip. Toh ada banyak juga medsos yang positip. Kebetulan saya bukan yang nyinyir juga.
@2020/AldoSianturi | Photo: Bakti Budaya Djarum Foundation